Selasa, 27 Oktober 2015

Asam Folat

       Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, PmGA) terdiri atas  bagian-bagian pteridin,  asam para-aminobenzoat, dan asam mengandung lebih dari  satu asam glutamat, membentuk suatu kelompok yang disebut Asam Folat.
Asam folat terdapat pada hati, ragi, dan daun glutamat. Dari penelitian terbukti bahwa yang memiliki arti biologik adalah gugus PABA dan gugus asam glutamat.
PmGA bersama konjugat yang  hijau segar. Folat mudah rusak bila makanannya tersebut dimasak.

Kebutuhan tubuh akan folat rata-rata 50 mcg sehari, dalam bentuk PmGA, tetapi jumlah ini diperngaruhi oleh kecepatan metabolisma dan laju malih cel (Cell turn over) setiap harinya.
Jadi, peningkatan metabolisma  akibat penyakit infeksi , anemia hemolitik dan adanya tumor ganas (kanker)  akan meningkatkan kebutuhan folat.


(Sumber : Farmakologi Dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995).

Asam Folat vs Kanker


Asam Folat, Baik atau Burukkah Untuk Mengatasi Kanker?

Selama ini, para peneliti kanker sangat terfokus pada vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan kuat seperti vitamin A, C, dan E dan melupakan vitamin B. Tetapi akhir-akhir ini, asam folat atau Vitamin B9 banyak mendapatkan perhatian karena peranannya dalam mencegah kanker usus besar dan serviks dan mungkin berfungsi mencegah jenis kanker lainnya juga.

Meski demikian ternyata terdapat juga penelitian-penelian yang memberikan hasil yang berbeda, bahkan menyebutkan bahwa penambahan asam folat pada makanan dapat memicu kanker.

Asupan asam folat bisa diperoleh dari berbagai makanan sehari-hari, antara lain sayuran berwarna hijau, seperti brokoli, bayam serta asparagus. Begitu juga dengan buah-buahan berwarna merah atau jingga, seperti semangka, jeruk, pisang, nanas, juga kiwi. Asam folat juga terdapat pada daging, hati sapi, ikan juga susu (saat ini banyak susu yang difortifikasi asam folat).

Mencegah Kanker Usus Besar

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang dengan kadar asam folat rendah lebih mungkin untuk mendapatkan kanker usus besar. Jika wanita dan mendapatkan banyak asam folat dalam menu makanannya, akan menurunkan resiko terkena kanker usus besar sebanyak 60 persen.

Orang yang menderita Ulcerative colitis (UC), memiliki peningkatan resiko terkena kanker usus besar dan pada penderita itu sering dijumpai tingkat asam folat rendah. Ulcerative colitis adalah penyakit peradangan usus yang menyebabkan peradangan kronis pada saluran pencernaan, ini ditandai dengan sakit perut dan diare. Hal ini dikarenakan bahwa obat untuk penyakit ini, yaitu sulfasalazine, dapat memblok serapan asam folat.

Mencegah Kanker Serviks

Wanita dengan displasia serviks kemudian dapat berkembang menjadi kanker leher rahim, terutama jika masalahnya tidak terdeteksi dan tidak diobati sejak dini. Banyak wanita yang terinfeksi dengan human papillomavirus (HPV) memiliki displasia serviks. Wanita yang merokok lebih mungkin untuk memiliki displasia serviks, hal ini mungkin karena perokok memiliki kadar asam folat yang rendah.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa wanita dengan HPV dan rendah kadar asam folat lima kali lebih mungkin untuk memiliki displasia serviks. Studi lain menunjukkan bahwa displasia serviks yang kecil bisa diobati secara efektif dengan asam folat dosis besar (lebih dari 5 miligram sehari). Jika anda terkena displasia serviks, konsultasikan dengan dokter anda.

Menurunkan Risiko Kanker Pankreas Pada Kaum Wanita

Sebagaimana yang dipublikasi pada American journal of Clinical Nutrition volume 91, Februari 2010, penelitian mengenai suplementasi dan fortifikasi asam folat oleh Dr. Oaks dan rekan dari Universitas George Washington, Amerika memberikan data tentang keuntungan suplementasi asam folat terhadap penurunan resiko terjadinya kanker pankreas terutama pada wanita.

Seperti diketahui, asam folat berperan penting pada proses metilasi, sintesis ataupun pembentukan dan perbaikan DNA. Beberapa studi epidemiologi yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian asam folat lebih tinggi berhubungan dengan penurunan terhadap resiko kanker pankreas misalnya dalam studi PLCO (Prostate, Lung, Colorectal, and Ovarian Cancer) Salah satu studi yang membuktikan manfaat asam folat tersebut.

Hasil studi  menunjukkan terdapat juga kecendrungan keterbalikan antara resiko kanker pankreas antara peningkatan kuartil folat secara total pada wanita (P trend: 0,04), namun tidak pada pria (P trend: 0,65).

Sebagai kesimpulan studi, bahwa ada keterkaitan antara makanan yang mengandung lebih banyak folat dan juga asupan folat dengan penurunan resiko terjadinya kanker pankreas pada wanita, namun hal ini tidak ditemukan pada pria.

Asam Folat Sembuhkan Kanker Tenggorokan

Hasil studi dari sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa suplemen asam folat berguna untuk pengobatan leucoplakia (yaitu bercak putih di selaput lendir) pada laring yang dapat menyebabkan terjadinya kanker.

Laring, sebagai tempat pita suara, merupakan bagian dari sistem pernapasan dan berperan sebagai penghasil suara. Gangguan leucoplakia berupa bercak-bercak putih pada membran mukosa di mulut atau tenggorokan, dan mengandung sel-sel penyebab kanker.

Sebanyak 31 orang dari 43 pasien yang menderita gangguan leucoplakia pada laring mengalami pengurangan berkas-berkas tersebut sekitar 50% setelah pengobatan dengan asam folat selama 6 bulan. Pengobatan tersebut terdiri dari 5 mg asam folat yang diberikan setiap 8 jam. Hasil penelitian itu telah dipublikasikan dalam jurnal Cancer.

Pada studi sebelumnya, pasien yang didiagnosa menglami leucoplakia pada laring serta kanker otak dan leher ternyata memiliki kadar folat dalam darah yang cukup rendah dibandingkan dengan kondisi normal. Namun dengan pemberian suplemen asam folat, terlihat adanya peningkatan kadar folat yang cukup signifikan di dalam darah.

Hasil penelitian terbaru juga mendukung dugaan sebelumnya bahwa kadar folat yang rendah merupakan faktor risiko jangka panjang yang bisa mempengaruhi terjadinya kanker pada laring, apalagi jika dikombinasikan dengan paparan karsinogen dari lingkungan sekitarnya.

Untuk selanjutnya, masih perlu dilakukan penelitian lebih luas lagi untuk mengevaluasi efektivitas suplemen asam folat setelah pembedahan leucoplakia pada laring untuk mencegah terjadinya kanker otak dan leher.

Versi Lain Hasil Penelitian Asam Folat

Meski banyak penelitian yang berhubungkan asam folat yang dapat mendegah atau mengatasi kanker, ternyata ada juga hasil penelitian yang berbeda. Dr. Shumin Zhang, seorang guru besar pada Harvard Medical School di Boston, menyimpulkan bahwa suplemen makanan yang mengandung vitamin B dan asam folat ternyata tidak terbukti mencegah kanker. Asam folat adalah nutrisi penting yang diperlukan pada saat kehamilan atau merencanakan kehamilan.

Adalah suatu alasan yang baik bagi para wanita untuk mengkonsumsi asam folat, khususnya jika mereka sedang merencanakan kehamilan, karena terdapat bukti yang nyata bahwa asam folat dapat mengurangi cacat pada kelahiran. Akan tetapi untuk rata-rata wanita dalam kaitannya dengan risiko kanker, vitamin B dan asam folat nampaknya tidak terlihat mampu menurunkan atau memperbesar risiko.

Penambahan Asam Folat Pada Makanan Memicu Kanker

Asam folat banyak dikonsumsi ibu hamil untuk mencegah anak cacat lahir dan terdapat juga pada beberapa makanan dan suplemen. Tapi baru-baru ini, peneliti dari Norwegia menemukan indikasi adanya risiko pertumbuhan kanker setelah pemberian asam folat.

Sejak tahun 1998, asam folat (vitamin B9) banyak difortifikasi (ditambah) pada makanan atau minuman dengan tujuan untuk mengurangi cacat pembuluh saraf pada bayi yang baru lahir. Sebanyak 40 persen orang di Amerika Serikat kini mengonsumsi suplemen yang berisi asam folat. Tapi kini, asam folat dicurigai menjadi salah satu penyebab kanker.

"Kami menemukan indikasi ketidakamanan fortifikasi asam folat dan berbagai jenis suplemennya. MAsyarakat dan produsen pangan perlu menjadikan hal ini bahan perhatian," ujar Dr Marta Ebbing dari the Department of Heart Disease at Haukeland University Hospital, Bergen seperti dikutip dari Healthday.

Ebbing menyebutkan bahwa di Norwegia, makanan tidak ada yang ditambah dengan asam folat atau dijadikan suplemen. "Itulah yang menjadikan Norwegia sebagai tempat ideal melakukan investigasi ini," katanya.

Dari hasil studi, diketahui bahwa mereka yang diberi asam folat selama kurang lebih tiga tahun, mengalami peningkatan risiko kanker sebesar 21 persen. Bahkan jika diberi selama 6 tahun, berkembang menjadi risiko kematian.

Studi yang dimuat dalam Journal of the American Medical Association itu menganalisis 6.837 pasien sejak tahun 1998 hingga 2005. Hasilnya, sebanyak 341 partisipan yang diberi asam folat diketahui memiliki pertumbuhan kanker dalam tubuhnya, dan 136 partisipan meninggal dunia. Sebaliknya, mereka yang tidak diberi asam folat tidak mengalami hal itu.

Kanker yang paling banyak dilaporkan akibat konsumsi asam folat adalah kanker paru-paru, prostat, darah dan usus besar.

Meskipun peneliti Norwegia sudah membuktikan bahwa asam folat bisa meningkatkan risiko terkena kanker, namun Bettina F Drake dari Cancer Center of the Washington University School of Medicine, St. Louis mengatakan terlalu dini untuk menyimpulkan hal tersebut.

"Asam folat sudah banyak dipakai luas di semua negara. Peneliti yakin bahwa asam folat yang difortifikasi ke dalam produk makanan dan minuman untuk ibu hamil bisa mencegah anak lahir dengan cacat otak. Jadi, untuk mengatakan asam folat bisa menghasilkan kanker, butuh studi yang lebih banyak dan panjang," ujar Drake.

Meski demikian, studi ini harus tetap dijadikan bahan pertimbangan dan diharapkan bisa memicu studi lainnya tentang asam folat. Sementara itu, untuk mencegah kanker ada 3 hal yang harus dilakukan selain mempertimbangkan asam folat, yaitu berhenti merokok, konsumsi makanan yang sehat dan olahraga.

Source:
-American journal of Clinical Nutrition volume 91, Februari 2010


Minggu, 11 Oktober 2015

Respon Imun VS Sel Tumor



Respon imun bila terdapat sel tumor di dalam tubuh.
Dalam ilmu kedokteran, imunitas pada mulanya bersifat  resistensi relatif terhadap suatu mikroorganisma, resistensi terbentuk berdasarkan respons imunologik. Selain membentuk resistensi terhadap suatu infeksi, respons imun juga dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit.
Oleh karena itu respons imun mencakup pengertian pengaruh zat atau benda asing bagi suatu mahluk hidup, dengan segala rangkaian kejadian yang melibatkan sistem retikuloendotelial. Maksunya, meliputi netralisasi, metabolisme ataupun penyingkiran zat asing tersebut dengan atau tanpa akibat berupa gangguan pada mahluk hidup yang bersangkutan.

Masuknya suatu zat asing  ke dalam suatu mahluk hidup akan menimbulkan berbagai reaksi yang bertujuan mempertahankan keutuhan dirinya. Untuk ini, manusia memiliki mekanisme imunologik disamping mekanisme fagositosis.

Zat asing yang bersifat antigen (Ag) masuk ke dalam tubuh manusia dan oleh makrofag atau monosit mengalami fagositosis. (Lihat gambar 48.1).
Sifat anti genik dibedakan dengan sifat imunogenik. Maksud sifat  imunogenik  sebagai daya respons imun, sedangkan sifat antigenik adalah daya bereaksi khusus dengan antibodi (Ab) yang sesuai dengan suatu zat. Ag yang tidak mengalami fagositosis oleh makrofag dapat bersifat imunogenik.

Selanjutnya makrofag akan berhubungan dengan sel imunokompeten yaitu sel limfoid dari sistem retikuloendotelial. Antigen yang telah diaktifkan oleh sel plasma akan merangsang sel limfoid dalam proses imunologik selanjutnya. Sel limfosit terdiri dari dua jenis sel, yaitu sel B dan sel T.

Pada kontak pertama, di bawah pengaruh sel rangsang Ag, sel B akan berdiferensiasi dan berproliferasi menjadi sel plasma yang menghasilkan Ab reaksi imun humoral, sedangkan sel T (thymus derived) akan menjadi sel T yang tersensitisasi, yang menghasilkan lymphokines, reaksi imun seluler. Sel plasma merupakan sel penghasil Ab yang lebih efisien, dibanding dengan sel B. Hal ini terlihat pada ultrastruktur sel plasma tersebut. Disamping itu, diferensiasi dan proliferasi sel B dan T juga menghasilkan sel memori.

Pada kontak ulang dengan Ag yang sesuai sel memori tersebut akan lebih cepat berproliferasi menjadi sel plasma dan sel T yang tersensitisasi.
Secara histologis , sel ini dikenal sebagai sel pironinofilik (mengikat zat warna pironin) yang berukuran besar dan diduga merupakan sel prekursor linfosit.

Sel T merangsang sel B untuk berproliferasi dan bertransformasi menjadi sel penghasil Ab. Jadi, disamping peranannya dalam respons imun selular, sel T juga mempengaruhi  sel B berkembang menjadi menjadi sel penghasil Ab.
Jadi, disamping peranannya dalam respons imun selular, sel T juga mempengaruhi  sel B berkembang menjadi sel penghasil Ab. Antigen yang melibatkan sel T ini dinamakan Ag dependen Timus (thymus dependent antigens) yang biasanya berbentuk konjugat hapten-protein.

Menurut teori cell surveillance, sel T mampu mengenal protein pembawa (carrier specific protein). Sedangkan sel B mampu mengenal hapten (hapten specific). Beberapa Ag alamiah bersifat independent timus (Thymus independent antigens), misalnya polisakarida pneumokokus dan endotoksin bakteri karena dapat merangsang sel B dengan atau tanpa bantuan sel T untuk bertransformasi menjadi sel penghasil Ab.

Kesanggupan sel limfosit untuk dirangsang oleh  Ag imunogenik ditentukan oleh sifat genetik sel. Akibatnya, setiap sel B hanya mampu menghasilkan satu jenis sel Ab saja. Sekelompok  sel B sejenis disebut Klon.
Bahwa terdapat berbagai klon yang masing-masing dapat bereaksi hanya dengan satu jenis Ag saja adalah prinsip dari teori seleksi klon (klonal selection theory) (lihat gambar 48.2)

Ab specific dapat mengikat Ag yang sesuai, sehingga terbentuk komplek Ag-Ab. Selanjutnya dapat timbul berbagai peristiwa biokimiawi pada Ag yang bersangkutan, umpamanya :
- Presipitasi ( terhadap Ag yang larut)
- Aglutinasi (terhadap Ag yang berupa partikel)
- Inaktivasi (terhadap virus, toksin)
- Lisis (terhadap eritrosit) ataupun
- Fegositosis (terhadap bakteri).
Dalam keadaan tertentu, komplek Ag-Ab akan melibatkan sistem komplemen dalam respons imun. Dengan fiksasi berbagai komponen, komplemen, akan terjadi lisis terhadap eritrosit atau peningkatan terjadinya fagositosis oleh makrofag.
Jadi, jelaslah bahwa apabila Ag-nya merupakan salah satu komponen jaringan tubuh, maka akan terjadi pengrusakan jaringan tersebut.

Pada sistem respons imun selular diperlukan interaksi kuat antara sel T dengan Ag imunogenik yang telah mengalami proses dalam makrofag.

Patogenesis penyakit berdasarkan respons imun selular dimulai dengan interaksi Ag spesifik dengan sel T yang tersensitisasi. Akibat interaksi tersebut sel T yang tersentisisasi akan membebaskan limfokin, yaitu berbagai faktor terlarut misalnya faktor transfer (TF) , faktor penghambat migrasi (migration inhibitory factor, MIF), faktor kemotaksis (Chemotactic Factor/CF), faktor aktivasi makrofag (macrophage activating factor, MAF) dan sebagainya.

Faktor-faktor ini mengakibatkan antara lain terkumpulnya makrofag disekitar tempat pelepasan MIF, dan aktifasi fagositosis makrofag tersebut oleh MAF, Karena kerjanya yang non spesifik, maka makrofag teraktivasi (activated macrophages) ini tidak hanya menghancurkan Ag spesifiknya, tetapi Ag lainnya dan sel-sel tubuh normal sehingga menimbulkan kerusakan jaringan.

Penyakit yang patogenesisnya dapat dijelaskan berdasarkan reaksi imunologik dapat dibagi dalam tiga kelompok, berdasarkan asal/sifat anti gennya :
  1. Penyakit akibat Ag eksogenik, misalnya : Asma bronkial, urtikaria dan penyakit serum yang umumnya dikenal dengan reaksi alergi.
  2. Penyakit akibat Ag homolog, misalnya reaksi transfusi darah, reaksi penolakan pada bedah cangkok. Dan
  3. Penyakit akibat Ag autolog, yang disebut penyakit auto imun. Misalnya penyakit lupus eritematosus sistemik (SLE), tiroiditis, glomerulonefritis.
  
 (Sulistia G. GanisWarna (editor), Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995. Hal. 701)