Kamis, 08 September 2016

Patofisiologi Asma


Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.1,3-6

Patofisiologi Asma 
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah 
faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat 
menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi 
melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur 
imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi 
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan 
fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan 
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE ab- 
normal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada 
asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan 
sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat 
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang 
menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE or- 
ang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan 
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan 
sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam media- 
tor. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, 
leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu 
akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus 
kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, 
dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan 
inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, 
obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit 
setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi 
merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama 
histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. 
Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen 
dan bertahan selama 16--24 jam, bahkan kadang-kadang 
sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, 
sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan 
sel-sel kunci dalam patogenesis asma.1,3-6

Sumber : Iris Rengganis Departement of Medical Faculty of Medicine UI, RSCM
Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 58, 11 November 2008, hal 445

 http://gurahcor.blogspot.co.id/2016/09/patofisiologi-asma.html?m=1

 Http://gurahcor.blogspot.com
Http://theraafiat.blogspot.com

Rumah Sehat Thera Afiat
Jl. Kelapa Sawit Raya Blok DD no.15
Kelapa Gading
Jakarta Utara
Telp/wa 08111494599
087883171247

Tidak ada komentar:

Posting Komentar