Minggu, 11 September 2016

Tip Nyate


Panduan Memilih Daging Rendah Kolesterol

Untuk  sahabat yang tubuhnya berkolesterol tinggi dan bingung memilih daging atau organ tubuh kambing  mana yg kadar kolesterolnya rendah.. Kami bantu merangkingkannya jumlah kolesterol berdasarkan jumlah terendah ke yang tertinggi.

Nama organ dan jumlah kolesterol / 100.mg.

Daging /70 mg
Jantung /114 mg
Gajih /130 mg
Lidah / 132 mg
Torpedo/  132 mg
Ginjal / 288 mg
Hati / 536 mg
Babat / jeroan / 610 mg
Otak / 1.149 mg.

Namun bila Kolesterol kambing bikin pusing, herbal, berbekam atau terapi lintah bisa mengatasinya..

:"Selamat hari raya Idul Adha 1437 H
Semoga barokah Allah Swt selalu tercurah.. amin".

 http://bekammedik.blogspot.co.id/2016/09/memilih-daging-rendah-kolesterol.html?m=1


Rumah Sehat Thera Afiat
Jl. Kelapa sawit Raya Blok DD No. 15
Kelapa Gading
Jakarta Utara
Hp/Wa 08111494599
087883171247

Sabtu, 10 September 2016

Myasthenia grafis


Myasthenia gravis

Miastenia Gravis adalah kelainan autoimun kronis dari transmisi neuromuskular yang ditandai dengan kondisi otot rangka yang lemah.

 Miastenia Gravis disebabkan karena terjadinya kekacauan penyimpangan antara saraf dan otot (neuro muscular junction disorder), yang antara lain memengaruhi kekebalan tubuh manusia. Secara sederhana bisa disebut kekacauan penyimpangan antara saraf dan otot, yang antara lain memengaruhi kekebalan tubuh manusia.
Miastenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.
Miastenia Gravis menyebabkan terjadinya kelemahan progresif dan menyebar pada otot skeletal, yang bertambah buruk setelah beraktivitas dan melakukan gerakan yang berulang-ulang. Miastenia Gravis dapat muncul setelah terjadi ledakan kemarahan dan mengalami remisi secara periodik yang tidak dapat diramalkan. Di dalam ilmu kedokteran penyakit saraf (neurologi), MG termasuk jenis penyakit sulit yang tingkat kegawatannya tinggi. Penderita mengalami kelumpuhan otot secara bertahap dan jika akut akan mengalami gagal napas yang bisa mengakibatkan kematian
Miastenia Gravis (MG) termasuk penyakit langka. Penderitanya boleh dibilang 1 di antara 1.000. Miastenia Gravis dapat menyerang semua usia, namun paling banyak ditemukan pada usia antara 20 sampai 40 tahun. Miastenia Gravis lebih banyak menyerang wanita dibanding pria, yaitu 3:1, tetapi setelah usia 40 tahun, penyakit ini tampaknya dapat menyerang pria maupun wanita secara seimbang. Sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Miastenia Gravis akan memiliki miastenia yang tidak menetap/transient (kadang permanen).
Penyakit ini akan muncul bersamaan dengan gangguan sistem kekebalan dan gangguan tiroid; sekitar 15% penderita miastenia gravis mengalami thymoma(tumor yang dibentuk oleh jaringan kelenjar thymus). Remisi terjadi pada 25% penderita penyakit ini.
Perjalanan klinis dari Myasthenia Gravis sangat bervariasi antara pasien satu dengan yang lainnya. Dari sekian banyak pasien Myasthenia Gravis, 14 % hanya dengan gejala-gejala mata saja yang mengarah pada ocular Myasthenia Gravis.
Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum), menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara (dysarthria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai tanda rahang menggantung.
Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan dalam bernafas) dan pasien tidak lagi mampu untuk membersihkan lendir dari trakhea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat terserang pula, dapat pula terjadi kelemahan pada semua otot-otot rangka.
Kelemahan otot pada Myasthenia Gravis meningkat pada saat aktivitas yang terus menerus dan membaik setelah periode istirahat. Pasien akan mengalami penurunan tenaga sepanjang hari, dengan kecenderungan kelelahan dalam satu hari, atau menjelang berakhirnya aktivitas. Jika dibiarkan, keluhan umum yang dialami oleh pasien biasanya berkembang menjadi kesulitan pengunyahan selama makan. Gejala dari berbagai kelemahan tersebut cenderung menjadi lebih buruk dengan adanya berbagai macam stress, kepanasan, infeksi serta pada penderita dengan akhir masa kehamilan. Terlalu sedih, stres, kelelahan, marah atau terlalu gembira bisa mengakibatkan penderita MG mengalami kekambuhan bahkan sampai mengalami gagal napas karena saraf-saraf napas tidak bisa bergerak.
Penyebab
Miastenia Gravis disebabkan oleh adanya kegagalan dalam transmisi impuls saraf pada sambungan saraf ke otot.
Http://herbalismedik.blogspot.com

Kamis, 08 September 2016

Patofisiologi Asma


Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.1,3-6

Patofisiologi Asma 
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah 
faktor, antara lain alergen, virus, dan iritan yang dapat 
menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat terjadi 
melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur 
imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi 
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan 
fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan 
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE ab- 
normal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada 
asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan 
sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat 
dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang 
menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE or- 
ang tersebut meningkat. Alergen kemudian berikatan dengan 
antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan 
sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam media- 
tor. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, 
leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin. Hal itu 
akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus 
kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, 
dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan 
inflamasi saluran napas. Pada reaksi alergi fase cepat, 
obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15 menit 
setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi 
merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama 
histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. 
Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen 
dan bertahan selama 16--24 jam, bahkan kadang-kadang 
sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, 
sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan 
sel-sel kunci dalam patogenesis asma.1,3-6

Sumber : Iris Rengganis Departement of Medical Faculty of Medicine UI, RSCM
Majalah Kedokteran Indonesia, Vol 58, 11 November 2008, hal 445

 http://gurahcor.blogspot.co.id/2016/09/patofisiologi-asma.html?m=1

 Http://gurahcor.blogspot.com
Http://theraafiat.blogspot.com

Rumah Sehat Thera Afiat
Jl. Kelapa Sawit Raya Blok DD no.15
Kelapa Gading
Jakarta Utara
Telp/wa 08111494599
087883171247

Jumat, 02 September 2016

Hipersensitivitas


Hipersensitivitas

Jika sistem kekebalan tubuh menimbulkan berbagai macam reaksi yang tidak diinginkan atau hipersensitivitas, Anda harus waspada karena bisa merusak tubuh bahkan berakibat fatal.

Sejatinya fungsi sistem kekebalan tubuh adalah untuk melindungi tubuh dari penyakit dan unsur-unsur yang berpotensi berbahaya untuk tubuh. Namun ada juga kondisi di mana sistem kekebalan tubuh keliru dan bereaksi berlebihan sehingga menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan. Hal ini disebut hipersensitivitas. Reaksi yang tak dikehendaki tersebut bisa saja merusak tubuh, membuat tak nyaman bahkan berakibat fatal. Hipersensitivitas meliputi alergi ringan, anafilaksis, hingga kondisi autoimun.

Untuk hipersensitivitas terjadi, tubuh pertama akan terpapar unsur penyebab reaksi tersebut atau yang dikenal dengan istilah antigen. Setelah terjadi kontak antara tubuh dan antigen, sistem kekebalan tubuh kemudian bereaksi

Secara umum hipersensitivitas dibagi menjadi empat tipe, yaitu:

Reaksi hipersensitivitas tipe 1
Tipe ini sama dengan alergi dan biasa disebut reaksi hipersensitivitas langsung atau segera. Reaksi hipersensitivitas tipe 1 melibatkan sejenis antibodi yang disebut imunoglobulin  E (IgE). Senyawa IgE tersebut akan melepaskan histamin yang kemudian bisa memicu reaksi alergi ringan hingga yang parah seperti anafilaksis. Disebut reaksi hipersensitivitas ‘segera’ karena respons yang terjadi dari hipersensitivitas tipe ini terjadi dalam waktu kurang dari satu jam.

Beberapa reaksi yang timbul akan tergantung sistem organ mana yang terpengaruh. Namun secara umum reaksi hipersensitivitas tipe ini adalah:

Urticaria atau biduran, yaitu ruam gatal pada kulit
Rhinitis atau reaksi alergi pada saluran pernapasan yang menyebabkan bersin, hidung tersumbat atau berair, dan gatal.
Asma menyebabkan penyempitan saluran napas, produksi lendir, dan radang saluran napas yang mengakibatkan sesak pada dada dan kesulitan bernapas.
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang berdampak pada seluruh tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Reaksi anafilaksis bisa meliputi kesulitan bernapas, tekanan darah menurun drastis dan tenggorokan serta wajah membengkak sehingga berpotensi berakibat fatal. Jika terjadi, penderita perlu segera mendapat pertolongan medis.
Reaksi hipersensitivitas tipe 2
Tipe kedua dari reaksi hipersensitivitas biasa disebut reaksi hipersensitivitas citotoksik yang berarti akibat reaksi hipersensitivitas, sel tubuh yang normal secara keliru dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Reaksi ini melibatkan antibodi imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin  M (IgM).

Contoh dari reaksi hipersensitivitas jenis ini adalah anemia hemolitik autoimun, trombositopenia, penyakit rematik jantung, penolakan transplantasi organ, dan jenis radang kelenjar tiroid Hashimoto.

Reaksi hipersensitivitas tipe 3
Reaksi hipersensitivitas jenis ini meliputi jenis antibody imunoglobulin (IgM) atau G (IgG). Antibodi dan antigen, yaitu unsur penyebab produksi antibodi, akan bergabung menjadi suatu kombinasi dan beredar dalam darah. Kombinasi antara antibodi dan antigen ini disebut kompleks imun. Kompleks imun kemudian memicu respons inflamasi tubuh dan bisa terdeposit pada pembuluh darah berbagai organ. Misalnya, jika tetanam pada ginjal, dapat menyebabkan glomerulonefritis atau peradangan pembuluh darah ginjal, atau jika tertanam pada sendi, dapat menyebabkan rheumatoid arthritis. Reaksi hipersensitivitas tipe 3 umumnya muncul 4-10 hari setelah tubuh terpajan antigen.

Reaksi hipersensitivitas tipe 4:
Reaksi hipersensitivitas tipe 4 disebut sebagai reaksi hipersensitivitas yang tertunda karena reaksinya relatif lebih lama dibanding dengan tipe-tipe lain. Berbeda dengan tipe hipersensitivitas lainnya yang mana antibodi berperan utama, dalam tipe ini, sejenis sel darah putih yang disebut sel T yang berperan dalam menyebabkan reaksi dan gejala-gejala yang ada.  Contoh hipersensitivitas tipe 4 adalah kontak dermatitis dan berbagai bentuk reaksi hipersensitivitas akibat obat-obatan.

Melihat banyaknya reaksi hipersensitivitas yang bisa terjadi, maka penanganan yang dibutuhkan pun tergantung pada jenis reaksi yang diderita. Penderita asma tentu berbeda penanganannya dengan biduran, demikian pula dengan penderita jenis reaksi hipersensitivitas yang lain. Untuk itu konsultasikan kepada dokter agar bisa mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. Kenali unsur penyebab hipersensitivitas Anda agar dapat senantiasa dihindari.

http://herbalismedik.blogspot.co.id/2016/09/hipersensitivitas.html?m=1

Http://herbalismedik.blogspot.co.id
Http://theraafiat.blogspot.com

Rumah Sehat Thera Afiat
Jl. Kelapa Sawit Raya Blok DD no.15
Kelapa Gading
Jakarta Utara
Telp/wa 08111494599
087883171247